Senin, 12 April 2010

M. Sarina Roma Kia, Menembus Tradisi Lamaholot

SUMBER : http://www.kabarindonesia.com

Oleh : Mansetus Balawala | 11-Sep-2009, 23:03:03 WIB
KabarIndonesia - Tegas dan berwibawa dalam menjalankan tugas, itulah sosok M. Sarina Roma Kia. Demikian nama lengkap ibu lima anak ini. Masyarakat Flores Timur tahu dan kenal sosok ibu berperawakan gemuk tinggi ini. Hal ini bisa jadi karena beliau adalah Polwan pertama yang lahir dari perut bumi Lamaholot (sebutan untuk Flores Timur-Lembata).

Meski di zamannya, budaya patriarkhit begitu kuat melekat, namun Sarina kecil tampil percaya diri. Ia mampu membuktikan dirinya menembus sekat budaya yang memandang perempuan adalah manusia kelas dua. Karena itu akses perempuan ke segalah hal sangat dibatasi. Orang tua selalu menomorsatukan anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Karena itu, tidak mengherankan ketika ia mengutarakan niatnya untuk menjadi Polwan, Isteri dari Simon SE, EMT ini mendapat tantangan dari ayahnya, Hermanus Romakia. Konon kedua neneknya melarang Erna, demikian nama populernya untuk melanjutkan studi. Apalagi harus menempuh pendidikan Polwan.

Kepada Nucalele yang mendatangi kediamannya di Kelurahan Lokea, Larantuka, Erna mengisahkan bahwa sikap keras kepala kedua neneknya saat itu karena mereka takut kehilangan gading (maskawin untuk perempuan Lamaholot).

“Nenek saya memang tidak mau saya sekolah apalagi menjadi Polwan. Mereka takut kehilangan gading. Pemikirannya sederhana. Jika saya sekolah dan keluar dari daerah, mereka takut saya mendapat jodoh orang dari daerah lain yang mungkin saja bisa memberikan maskawin kepada saya tidak dalam bentuk gading. Ini yang menjadi ketakutan opa dan oma saya waktu itu,” kenang Erna.

Menghadapi kemauan ayahnya yang demikian, Erna kecil tak putus asa. Cita-citanya menjadi Polwan yang diimpikannya sejak kecil akhirnya terwujud juga. Ia berangkat ke Kupang mengikuti pendidikan setelah melalui dua kali tes, baik di Kupang maupun di Jakarta sekitar tahun 1980.

Lantas bagaimana dengan kedua orangtua ayahnya yang saat itu bersikeras melarang Erna menjadi Polwan? Erna dengan diplomatis mengatakan, kakek dan neneknya akhirnya bangga juga ketika dirinya berhasil menempuh pendidikan Polwan dan kembali ke Waiwerang, Adonara. Saat itu tidak saja orang tuanya merasa bangga. Tetapi para guru di SMA Syuria Mandala Waiwerang pun bangga dengan prestasi yang diraihnya. Hal itu dibuktikan sekolah itu dengan mengirim Kepala Sekolah, Oka Korebima untuk turut menjemput Ibu lima anak ini. Korebima kemudian mengajaknya ke sekolah untuk memotivasi siswa/i di sekolah yang menjadi almamaternya itu untuk bisa menjadi Polwan.

Menjadi Polwan bukanlah sebuah perkara mudah. Banyak hal yang mesti diatur. Setelah sekian lama mengabdi di Flores Timur, ia menilai kesadaran berlalu lintas masyarakat Flores Timur umumnya masih sangat rendah. Hal ini terbukti dari banyak pengendara yang belum menaati aturan dan rambu lalu lintas. Sebagai contoh, masih banyak orang yang mengenakan helm karena takut ditilang polisi dan bukan karena kesadaran sendiri.

Penilaian Erna ada benarnya karena selama menjadi polisi, ia hampir bertugas di semua bagian. Apalagi bagian lantas. Hampir setiap hari Erna berada di jalanan mengatur lalu lintas. Terkadang ia berada di antara barisan penjemput pejabat negara yang datang, dia juga selalu berada di antara kerumunan massa demonstran yang menentang kebijakan pemerintah. Semua itu dia jalani dengan sungguh-sungguh.

“Karena menjadi Polwan itu adalah cita-cita saya dari kecil, maka selama bertugas saya lebih banyak mendapatkan suka citanya dari pada duka citanya. Suka citanya bahwa masyarakat Flores masih menaruh pengharagaan dan kepercayaan yang tinggi terhadap Polisi. Tetapi sebagai seorang perempuan, saya juga tentu mengalami dukanya menjadi seorang wanita karier. Betapa tidak, saya juga harus mengurus anak-anak dan suami. Tapi itulah, di saat ada panggilan tugas, perhatian saya terhadap keluarga mau-tidak mau ditinggalkan meski untuk sementara. Tetapi semuanya berjalan baik berkat saling pengertian dalam keluarga,” tutur Erna yang pernah mengikuti Kursus Keterampilan (Susjur) Komputer bersama 21 Polwan dari daerah lainnya di Jakarta ini.

Sebagai Polwan yang sudah bertugas selama 28 tahun, ia tentu memiliki segudang pengalaman. Tamat pendidikan Polwan tahun 1981, ia pernah bertugas sebagai staf operasi Kapolri (saat itu) saat itu dipegang oleh Jend. Polisi Awaludin Jamin selama 13 tahun. Tahun 1992 Erna ditugaskan ke Polres Flores Timur. Selama empat tahun bekerja, tepatnya pada 1996, ia kembali dimutasi ke Polda Jawa Barat dan kembali lagi ke Polres Flores Timur tahun tahun 2002 hingga saat ini dengan jabatan yang disandang Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Dengan moto “Katakan benar bila benar dan salah jika salah” ia mampu bekerja sama dengan tim di PPA. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar