Senin, 12 April 2010

Belajar dari Nilai-nilai HAM Masyarakat Adat Lamaholot


SUMBER : http://www.satudunia.net
Penulis:
Kuswoyo
Selama ini kita memahami konsepsi Hak Asasi Manusia (HAM) berasal dari dunia barat. Hal ini dapat terlihat di dalam undang-undang HAM yang mengadopsi dari Universal Declaration of Human Right 1948 serta ditambah hak mengenai informasi yang diadopsi dari International Covenant on Civil and Political Right .

Namun jauh di dalam masyarakat komunal, di Lamaholot, Nusa Tenggara Timur, dimana penduduknya masih berburu ikan hiu, terdapat nilai-nilai lokal yang menerapkan pemahaman mengenai HAM namun dengan bahasa yang berlainan.

HAM dalam perspektif masyarakat Adat Lamaholot memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan konsepsi HAM kontemporer. Perbedaan HAM dari barat bertumpu pada individu sementara HAM dalam masyarakat komunal lebih menekankan pada kolektivitas.
Selain itu, hak asasi manusia di dalam masyarakat komunal ditafsirkan menjadi sebuah kewajiban ketimbang sebuah hak. Misalnya hak atas hidup, dalam masyarakat Adat Lamaholot menjadi sebuah kewajiban memelihara hidup. Hak kebebasan berkumpul dan berserikat serta mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan dipersepsikan sebagai kewajiban menjalankan peran sesuai bakat dan tanggung jawab.

Tetapi menekankan kewajiban bukan berarti mengabaikan hak. Masyarakat komunal menganggap bahwa hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban, karenanya pemenuhan kewajiban akan berdampak pada hak.

Pemikiran lokal ini terkuak dalam peluncuran buku dan diskusi yang berjudul 'Hak Asasi Manusia dalam Masyarakat Komunal', kajian atas konsep HAM dalam teks-teks Adat Lamaholot dan relevansinya terhadap HAM dalam UUD 1945. Acara ini diselenggarakan oleh Komnas HAM dan penerbit buku Lamalera (23/5) baru-baru ini.

Hadir sebagai pembahas buku tersebut adalah Stanley Adi Prasetyo, Komisioner Komnas HAM, Dr. Adhi Santika dari Balitbang di Depkumham, dan Safroedin Bahar, pakar masyarakat adat.

Narasumber menyambut baik studi dalam buku ini, karena buku mengenai masyarakat adat masihlah sulit untuk ditemukan. Terlebih ini merupakan studi dimana pemikiran adat mengemuka dan mengkaji mengenai pemahaman HAM masyarakat komunal.

Buku yang ditulis oleh Marianus Kleden seorang dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Katolik Widya Mandira, Kupang merupakan hasil penelitian mengenai teks-teks Adat di Lamaholot. Sebuah tesis sekaligus muncul dilatarbelakangi oleh sebuah kegelisahan atas HAM di Indonesia dimana penegakkan dan perlindungan mengenai HAM masih jauh dari harapan.

Buku ini pula yang mengangkat konsepsi lokal menjadi sebuah wacana nasional. Sang penulis buku, yang juga adik kandung Ignas Kleden ini berharap bukunya dapat menjadi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan, bahwa pemikiran lokal dapat masuk dan diadopsi menjadi sebuah kebijakan nasional. Karena kebijakan yang lahir dari pemikiran masyarakat lokal jauh lebih efektif dalam pelaksanaannya ketimbang yang berasal dari luar negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar