Jumat, 15 Oktober 2010

Ritaebang : Awal Suara Sang Sabda MEMANGGIL

Oleh: Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr.

MISI awal Larantuka pada abad 15 dan 16 lebih dikenal dengan nama Misi Solor. Karena dari Nusa Solor, sebuah pulau Flores Timur, Keuskupan Larantuka itu, harum cendananya telah mendorong para pedagang Portugis untuk melabuhkan jangkarnya di Laut Sawu dan membawa kembali bukan saja harumnya cendana, tetapi pohon dan akar cendana pun menjadi laku di pasaran. Para missionaris yang ikut bersama itu, menaburkan dan menanam benih Sabda Allah, mewartakan Kerajaan Allah agar kemudian dapat menghasilkan buah berlimpah bagi kemajuan, kejayaan dan keharuman Kerajaan Allah.

Sepintas Sejarah

Pada bulan Agustus 1886, didampingi Raja Larantuka Don Lorenzo dari Larantuka, datanglah ke Solor Pastor C. Ten Brink dan mengunjungi semua kampung dan dusun, mulai dari Kalelu yang pada waktu itu disebut :Onga Kuman , menuju Lewolein lewat Ritaebang, yang ketika itu disebut, Riangmoton. Dari Lewolein keduanya melanjutkan kunjungan ke Keloreama, Lewohokeng, Lamawolo, Lemaku, Lamaole, dan ke Lamawohong. Mereka mengajar dan memperkenalkan Tuhan dan membaptis 102 anak rata-rata berusia 2 tahun; dan Bapak Raja Larantuka, Don Lorenzo, bertindak sebagai wali baptis/saksi. Buku baptis I tercatat: 7 orang yang dibaptis tanggal 21 Agustus 1886. Menurut catatan sejarah karya misi di Flores Timur terjemahan P. G. Krammer, SVD berdasarkan surat-surat Bruder Petrus Laan, SVD yang dikirim para missionaris kepada Uskup di Batavia dikatakan: “Pastor C. Ten Brink mempermandikan 462 anak di Pulau Solor, yakni perjalanan I dibaptis 143 anak dibawah umur 8 tahun. Perjalanan II dibaptis 319 anak.”

Sebagai missionaris perintis yang kedua, pada awal Agustus 1887, datanglah Pastor H. Leemkers, Sj, dibantu oleh beberapa guru agama dari Larantuka, antara lain: Bpk. Yohanes Demon de Ornay, Bapak Juan da Costa, Bapak Philipus Fernandez, Bapak Paulus Riberu, Bapak Dominggus Diaz, Markus Lonkinyu, Bapak Lukas Diaz dan Antonius Diaz.

Pastor Leemkers melayani wilayah ini selama 10 tahun pergi-pulang Lewolein-Larantuka. Beliau berkesempatan mengadakan kunjungan pastoral ke seluruh wilayah ini sekitar lima belas kali dan membaptis sekitar 300 putera/puteri Solor ke pangkuan Bunda Gereja melalui Sakramen Pembaptisan. Beliau ingin menetap di tengah umat paroki dan sudah mulai meletakkan fundasi pastoran di sebuah tempat antara Lewolein dan Riangsunge. Namun pembangunan ini terhenti ketika beliau diberangkatkan dengan sebuah perahu menuju Lewotobi untuk selanjutnya tidak kembali ke Solor lagi. Beliau diusir oleh karena salah tanggap dari pihak umat dalam hubungan dengan gerak-gerik Liturgis.

Demikian dalam buku permandian paroki jilid I tercatat: “Die 24 mensis Octobris 1897 Statio Lewolein derelicta fuit.” Maka selama 26 tahun, Paroki Ritaebang ketiadaan imam gembala umat. Namun dalam tahun 1923, datanglah Pater Rektor Theodorus Koch sebagai misionaris SVD yang pertama ke Lewolein. Walau berdomisili di Postoh, Larantuka, namun dalam dua bulan sekali beliau mengadakan kunjungan pastoral ke seluruh wilayah paroki. Beliau selain dibantu oleh P. Flint, SVD dan P. Arndt, SVD, seorang ahli etnologi, juga beberapa tokoh awam yang berjasa seperti: Bapak Yohanes Suban Raya Keban dan Antonius Riberu.

Para missionaris SVD selanjutnya berkarya di Nusa Solor termasuk di Ritaebang antara lain : P. Kliuters, SVD, P. Peeters, SVD, dan P. Antonius Sigoama Letor, SVD. Mulai dengan P. Yohanes Van Vessem, SVD, beliau lalu menetap sebagai Pastor Paroki selama 40 tahun di Ritaebang. Beliau dibantu sejumlah awam sebagai guru agama seperti: Bapak Silvester Wulu Leyn, Bapak Gabriel Kulong Kelore, Bapak Fransiskus Torontuan Keban, Bapak Bernardus Kesale Huler, Manuel Keyn, dan Lukas Liku dari Ritaebang.

Pada 20 Oktober 1978, dalam usia 68 tahun, P.Yohanes Van Vessem, SVD tutup usia dan dimakamkan di samping misionaris perintis pertama, P. C. Ten Brink, Sj di Pemakaman Katedral Larantuka. Karya beliau dilanjutkan oleh P. Antonius Sigoama Letor, SVD selama 16 tahun. Selanjutnya di Ritaebang, paroki paling barat pulau Solor ini dilayani para imam projo Keuskupan Larantuka.

Imam Sulung Ritaebang, Nusa Solor

Harum cendana yang telah diganti harum Sabda Allah yang ditabur di persada Nusa Solor yang sebagian tanahnya tandus, kering dan kaya batu ini, terus disiram embun rahmat dan berkat Tuhan. Masyarakat Solor, yang bekerja keras dan tekun sebagai petani dan nelayan, tidak surut semangatnya untuk menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Walau penghasilan mereka cuma bisa untuk makan, namun ternyata orang Solor umumnya dan Ritaebang khususnya telah melahirkan sejumlah putera-puteri yang mengenyam pendidikan tinggi dan bekerja di berbagai bidang kehidupan, baik di kantor pemerintah dan swasta atau pun wirausaha yang berhasil.

Dari Ritaebang, Nusa Solor ini, juga telah lahir seorang imam sulung P. Nikolaus Hayon, SVD yang kini boleh bangga dan bersyukur merayakan Pancawindu imamat. Suatu bukti karya agung Allah yang telah ditaburkan, ditanam dan disiram darah martir para misionaris ketika misi Solor berkembang di pulau ini.

Kebanggan dan syukur bukan hanya untuk orang Ritaebang, tapi justru seluruh umat dan masyarakat Nusa Solor, yang telah mempersembahkan seorang putera terbaiknya untuk Tuhan, untuk Serikat Sabda Allah (SVD), dan untuk gereja. Betapa tidak! Setelah Pater Niko Hayon, SVD, sebagai buah sulung dari Ritaebang ikut serta menjawabi dan mengikuti Suara Sang Sabda itu. Tercatat dari paroki ini sudah ada 18 Imam SVD, 7 Imam Projo, 1 imam CSsR, 3 Bruder/frater SVD, 1 frater BHK, 16 suster dari berbagai ordo/tarekat, dan sejumlah calon imam baik di seminari tinggi mau pun di seminari menengah.

Pater Niko Hayon telah berjalan bersama Sang Sabda selama 40 tahun sebagai imam misionaris dalam Serikat Sabda Allah. Maka ketika bersyukur atas kasih setia Tuhan ini, seperti Yohanes Pembaptis, yang adalah pelindung paroki Ritaebang, dengan rendah hati P.Niko juga boleh berkata: “Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.” (Yoh 3:30). Inilah buah sulung dari Nusa Solor yang tengah berjalan bersama Sang Sabda.

Proficiat Tuan Niko!!***

^) Penulis Pastor Pembantu Paroki St. Yoh. Pembaptis Ritaebang, Solor Barat tahun 2000-2004.


(Artikel ini diambil buku : Mengikuti Sang Sabda : Kenangan Pancawindu Imamat P. Dr. Nikolaus Hayon, SVD, 2006)

2 komentar:

  1. Luar biasa...

    Jika ada fotonya P. Yohanes Van Vessem, tolong bagikan ke saya.

    Saya, Marianus Antonius Kewulo Kewuan, putra asli Lamaole, berdomisili di Lewoleba Lembata

    BalasHapus