Selasa, 12 Oktober 2010
Lorenzo Diaz Viera Godhinho
Lorenzo Diaz Viera Godhinho lahir di pertengahan tahun 1859 tepatnya di bulan Juli. Ia adalah putra Don Juan Batista, alias Raja Kinu adik dari mendiang Raja Gaspar di Kerajaan Larantuka. Setahun kemudian, 16 April 1860 Lerenzo dibatis dan sejak itu ia dibesarkan dalam suatu tradisi Katolik di wilayahnya, dan 14 Tahun kemudian tepatnya 6 April 1873 Lorenzo menerima komuni pertamanya.
Sebagai anak yang tumbuh dalam wilayah kerajaan, ia sangat cepat belajar menulis bahasa Melayu dan sedikit banyak bias berbahasa Belanda. Kemampuan inilah membuat Ia dapat mengikuti percakapan antara pera pejabat dan para imam. Pada 1880, Don Lorenzo menemani imam-imam dalam perjalanan untuk memaklumkan injil di kampong-kampung dan daerah pegunungan.
Ketika para misonaris hendak membuka program baru pendidikan yang juga masih baru , yaitu program pendidikan pertanian ia diminta menjadi asistem manejer dari Proyek Baru itu. Lorenzo tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia justru menunjukan bakat dan minatnya pada pendidikan dan menjadi kepala sekolah dan ia semakin terlibat di sana.
Sebagai putra mahkota, Lorenzo kesulitan mencari siapa pendampingnya. Pebruari 1884, ia pergi ke Atapupu di wilayah Timor untuk mendapatkan jodohnya. Tapi itu tidak berhasil. Ia pergi lagi ke sana untuk kedua kalinya dalam tahun Juli 1984 namun sia-sia. Ia sempat dicarikan jodoh oleh biarawati Suster Celeste yang berkarya 1870 di Larantuka. Ia dijanjikan akan mencari seorang pendamping di Semarang. Namun inipun sia-sia. Ia akhirnya menemukan jodohnya di Larantuka dengan seorang gadis Maria Diaz yang berasal dari Nobo. Maria belajar di sekolah misi dan merupakan pilihan dari ayahnya Loremzo dan mendapat restu dari Vikaris Apostolik Claessens. 25 November 1886 merek menikah.
Sampai mereka menikahpun, Maria masih tinggal di asrama susteran hingga mereka memperoleh rumah baru. Kesempatan inilah membuat Lorenzo setiap hari minggu pagi datang menjemput Maria untuk pergi ke gereja dan kembali mengantarkannya ke Asrama susteran. Pada 3 Mei 1887, mahkota mempelai perempuan dikenakan ke kepala Maria, dan mereka mulai menempatkan suatu rumah baru. Dalam keluarganya tidak hanya hari minggu, hari biasapun raja dan istrinya sering ke gereja.
Ketika Raja Dominggo mangkat tanggal 13 September 1887, Don Lorenzo tengah berada diwilayah konga , sebagai asisten pater Schwitz . Di Konga para pemuka kerajaan bersama Administrator Sipil memberitahukan kematian sang penguasa dan memaklumkan bahwa Don Lorenzo menjadi penggantinya.
Raja dimakamkan 22 Maret 1887, dan tanggal 14 Lorenzo dilantik menjadi Raja Larantuka. Lorenzo mulai merancang upacara baru. Rumah pemali yang menjadi tempat upacara penobatan tidak lagi dipakai, bahkan pembantaian seekor kambing atau ayam dan meminum daranya tidak lagi digunakan.
“Untuk pertama kalinya dalam sejarah Kerajaan Larantuka upacara penobatan dilangsungkan di gereja. Raja dijemput dari rumahnya oleh barisan anak-anak sekolah. Anak-anak laki-laki yang dilatih dengan baik oleh bruder Yesuit Aloysius van den Biggelaar, membentuk barisan pengawal kehormatan semi militer. Prosesi upacara menuju gerje diiringi rombongan musik tiup, hasil karya seorang Bruder Yesuit lainnya, Edward Vermeulen. Penobatan itu dirayakan dalam upacara Misa, dan setelah khotbah, sang raja mengikrarkan sumpahnya didepan altar Perawan Suci Maria, lalu meletakan tongkat kerajaan yang diambil sehari sebelumnya dari peti jenazah pendahulunya, pada altar Perawan Tersuci Maria. Kemudian dilantunkan masah Domine salvum fac regem nostrum laurentium (Ya Tuhan, berkatilah raja kami Lorenzo0, diikuti “doa untuk raja” dari buku upacara Misa Romawi. ( Karel : 163)
Ketika Don Lorenzo DVG (Raja Usi II) pada 1887 menjadi raja Larantuka, ia menyerahkan lagi tongkat kerajaan untuk kedua kalinya dalam suatu upacara penyerahan kota dan kerajaan Larantuka 8 September 1887.
Keluarga Lorenzo dikarunia anak, namun begitu lahir 3 bulan berikut meninggal. Namun beberapa tahun kemudian, istri melahirkan anaknya yang kemudian dinamakan Servus yang pada gilirannya menggantikan Lorenzo sebagai raja Larantuka. Ketika istrinya hendak melahirkan yang ketiga kalinya mereka memiliki anak kembar. Namun kelahrian ini memaksa istrinya meninggal dunia.
Don Lorenzo kawin lagi dengan istrinya yang kedua yakni Gadis Larantuka. Petualangan cinta hampir sama dengan yang pertama yang pada gilirannya ia hanya bisa sampai di situ.
Don Lorenzo mulai berurusan dengan banyak masalah-masalah politik. Ia memutuskan untuk memperluas wilayah kekuasaan serta meningkatkan kekuasaanya, namun konflik dengan banyak pihakpun tak terhindarkan. Ia mengalami Krisis kerohanian dan pemerintahan. Ia juga mulai menjauhi para rohaniwan.
Pemerintah Belanda kala itu pun tidak tinggal diam untuk berperan dalam masalah ini. Pada tanggal 1 Juli 1904 sang raja diperintahkan untuk menghadap residen Belanda di kapalnya, yang tengah membuang sauh di pelabuhan Larantuka. Lorenzo ditangkap dan diasingkan ke Yogyakarta di Jawa ia tinggal di yogya sampai kematiannya Nopember 1910.
(Diringkas oleh Benjamin Tukan dari buku “ Orang-Orang Katolik di Indonesia, 1802-1942 : Suatu Pemulihan Bersahaja, 1808-1903) (Jilid 1) Karangan : Karel Steenbrink, Penerbit : Ledalero, 2008)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Postingan ini sangat berguna dalam era sekarang ini. banyak dari kita yang tidak mengetahui sejarah daerah... terima kasih.
BalasHapussaya bingung pada Alinea "Ketika Raja Dominggo mangkat" tertulis tanggal 13 September 1887
dan alinea "Raja dimakamkan" 22 Maret 1887, serta tanggal 14 Lorenzo dilantik menjadi Raja Larantuka.
Penulisan bulan/tahun membingungkan saya, Raja Dominggo meninggal bulan september dan dimakamkan bulan maret pada tahun yg sama. Mohon penulis mengoreksi agar kami pembaca tidak menjadi bingung... terima kasih..
Salah terjemahan/terbalik... baca di artikel 'The Grooming of Raja Don Lorenzo", Dominggo meninggal 22 Maret. Enam bulan kemudian baru dimakamkan. Menurut para misionaris, Raja Dominggo ini adalah 'anak haram' Raja Lorenzo I karena lahir dari istri kedua, sehingga ia dimakamkan saja dengan dengan tatacara lokal. Ayah Lorenzo (Kinu) sebenarnya bukan raja, hanya kepala kampung biasa. Tetapi karena raja-raja sebelumnya (tiga bersaudara: Andre,Gaspar dan Dominggo) tidak mempunyai anak laki-laki sehingga ia yg diangkat menjadi raja.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusAyah Lorenzo II (Don Juan Baptista Quino/Kinu) adalah saudara bungsu dari ketiga Raja di atas, hanya saja Kinu tidak pernah menjabat. Raja Lorenzo II dilantik pada 14 september, tidak lama setelah penguburan Raja Don Dominggo atau biasa dikenal dengan nama Raja Ence ini.
Hapus